Minggu, 01 Februari 2015

Kisah 4 Istri


Suatu ketika ada pedagang yang kaya raya, ia memiliki empat istri yang selalu setia menemaninya.

Dia mencintai istrinya yang keempat dan menganugrahinya harta dan kesenangan yang banyak. Sebab dialah yang tercantik diantara semua istrinya. Pria ini selalu memberikan yang terbaik untuk istri keempatnya ini.

Pedagang itu juga mencintai istirinya yang ketiga. Dia sangat bangga dengan istrinya ini dan selalu memperkenalkan wanita ini kepada teman-temannya. Namun ia juga selalu khawatir kalau istrinya ini akan lari dengan pria yang lain.

Begitu juga dengan istri kedua, ia pun sangat menyukainya. Ia adalah istri yang sabar dan pengertian. Kapanpun pedagang ini mendapat masalah, dia selalu meminta pertimbangan istrinya ini. Dialah tempat bergantung. Dia selalu menolong dan mendampingi suaminya melewati masa-masa yang sulit.

Sama halnya dengan istri yang pertama. Dia adalah pasangan yang sangat setia. Dia selalu membawa perbaikan bagi kehidupan keluarga ini. Dia lah yang merawat dan mengatur semua kekayaan dan usaha sang suami. Akan tetapi sang pedagang tak begitu mencintainya. Walaupun sang istri pertama ini begitu sayang padanya namun pedagang ini tak begitu mempedulikannya.

Suatu ketika si pedagang sakit. Lama kemudian ia menyadari bahwa ia akan segera meninggal. Dia meresapi semua kehidupan indahnya dan berkata dalam hati, “Saat ini aku punya 4 orang istri. Namun saat aku meninggal aku akan sendiri. Betapa menyedihkan jika aku harus hidup sendiri.”

Lalu ia meminta semua istrinya datang dan kemudian mulai bertanya pada istri keempatnya. “Kaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun dan perhiasan yang indah. Nah, sekarang aku akan mati, maukah kau mendampingiku dan menemaniku?” Ia terdiam, “Tentu saja tidak..“, jawab istri keempat dan pergi begitu saja tanpa berkata-kata lagi.

Jawaban itu sangat menyakitkan hati. Seakan-akan ada pisau yang terhunus dan mengiris-iris hatinya.

Pedagang yang sedih itu lalu bertanya pada istri ketiga. “Akupun mencintaimu sepenuh hati dan saat ini hidupku akan berakhir. Maukah kau ikut denganku dan menemani akhir hayatku? ” Istrinya menjawab, “Hidup begitu indah disini. Aku akan menikah lagi jika kau mati.” Sang pedagang begitu terpukul dengan ucapan ini. Badannya mulai merasa demam.

Lalu ia bertanya pada istri keduanya. “Aku selalu berpaling padamu setiap kali mendapat masalah. Dan kau selalu mau membantuku. Kini aku butuh sekali pertolonganmu. Kalau aku mati maukah kau ikut dan mendampingiku?” Sang istri menjawab pelan. “Maafkan aku,” ujarnya “Aku tak bisa menolongmu kali ini. Aku hanya bisa mengantarmu hingga ke liang kubur saja. Nanti akan kubuatkan makam yang indah buatmu.” Jawaban itu seperti kilat yang menyambar. Sang pedagang kini merasa putus asa.

Tiba-tiba terdengar sebuah suara, “Aku akan tinggal denganmu. Aku akan ikut kemanapun kau pergi. Aku tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu.” Sang pedagang lalu menoleh ke samping dan mendapati istri pertamanya disana. Dia tampak begitu kurus. Badannya tampak seperti orang yang kelaparan. Merasa menyesal sang pedagang lalu bergumam, “Kalau saja aku bisa merawatmu lebih baik saat aku mampu, tak akan kubiarkan kau seperti ini istriku.”

Sahabtaku, sesungguhnya kita punya empat orang istri dalam hidup ini. Istri yang keempat adalah tubuh kita. Seberapapun banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah semuanya akan hilang. Ia akan pergi segera kalau kita meninggal. Tak ada keindahan dan kegagahan yang tersisa saat kita menghadap-Nya.

Istri yang ketiga adalah status sosial dan kekayaan. Saat kita meninggal semuanya akan pergi kepada yang lain. Mereka akan berpindah dan melupakan kita yang pernah memilikinya.

Sedangkan istri yang kedua adalah kerabat dan teman-teman. Seberapapun dekat hubungan kita dengan mereka, mereka tak akan bisa bersama kita selamanya. Hanya sampai kuburlah mereka akan menemani kita.

Dan sesungguhnya, istri pertama kita adalah jiwa dan amal kita. Mungkin kita sering mengabaikan dan melupakannya demi kekayaan dan kesenangan pribadi. Namun sebenarnya hanya jiwa dan amal kita sajalah yang mampu untuk terus setia dan mendampingi kemanapun kita melangkah. Hanya amal yang mampu menolong kita di akhirat kelak.

Jadi, selagi mampu, perlakukanlah jiwa dan amal kita dengan bijak. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari...